Friday, October 11, 2013

Apendisitis (Laporan pendahuluan)


LAPORAN PENDAHULUAN
APENDICITIS

DIFINISI
Apendicitis      adalah inflamasi appendik vermiformis yang disebabkan oleh obstruksi akibat infeksi, benda asing atau tumor. (Sandra M. Nettina, 2002).
Apendicitis      mengacu pada radang apendiks, suatu hambatan seperti kantong yang  tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dari caceum. (Barbara Engram, 1999).

KLASIFIKASI APENDICITIS
Peradangan Apendicitis ada 2 macam yaitu :
  1. Peradangan Apendiks Akut
  2. Peradangan Apendik Kronik

Appendiktomi adalah sutu tindakan pembedahan/ pemotongan organ tubuh bagian apendik.

ANATOMI dan FISIOLOGI


Makanan beredar dari mulut (dikunyah) kemudian melalui faring menuju esophagus masuk ke lambung kemudian ke duodenum disini terjadi absorsi hasil pencernaan selanjutnya menuju ke kolon untuk terjadi penyerapan air, makanan yang sudah terjadi penyerapandihantar kerektum menuju anus. Appendiks (usus buntu) tidak mempunyai fungsi secara jelas namun merupakan suatu organ pertahanan terhadap infeksi.

ETIOLOGI
Appendicitis dapat disebabkan oleh:
Kuman masuk dari kolon kedalam appendiks dapat menginfeksi lapisan appendiks kuman dari infeksi organ lain masuk kedalam pembuluh darah kemudian dibawa ke appendiks dan menginfeksi lapisan infesi appendiks, sebagkai lapian dari feases dapat melukai lapisan apendiks atau membuat lokasi di appendiks sehingga mengakibatkan tekanan pada apendiks dan mengurangi sirkulasi darah.

TANDA dan GEJALA
Apendicitis akut
Kejang perut, nyeri dimulai diepigastrium, periumbilikus seluruh abdomen dan kemudian menetap dikuadran kanan bawah. Sifat sifat nyeri berdenyut, mual dan muntah yang timbul setelah 3 x 4 jam dari serangan nyeri. Peningkatan suhu dan denyt nadi. Nyeri tekan perut kanan bawah (pada titik MC Burney). Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan peningkatan leukosit (10.000 /mm- 16.000/mm). keadaan umum tampak kesakitan jalan membungkuk miring kekanan.

Apendicitis kronik
Gejala dan tanda lebih samar disbanding dengan apendiksitis akut, nyeri yang timbul pada perut kanan bawah. Pada pembuluh darah leukosit dalam batas normal (5000- 10.000/mm3). Dengan suhu tubuh normal.


 

                                               
                                                           
                                               

                                                           
                         

                       



                                   



                                                                                                                                                                                               
                                        

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan urine rutin
Hasil = ditemukan sejumlah kecil eritrisit dan leukosit.
Pemeriksaan darah
Hasil = leukositosis diatas 12.000/mm3, neutrofil meningkat sampai 75%
Foto abdomen
Hasil = Dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks iileus,
Pemeriksaan fisik
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendicitis akut.Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pemeriksaan laboratorium
Hasil = Ditemukan peningkatan leukosit (10000/mm3- 16.000/mm3).
Pemeriksaan Rectal Taucer yaitu pada pasien appendikcitis akan merasakan sakit pada pemerikaan ini. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada rongga pelvis.

KOMPLIKASI
Peritonitis
Dapat terjadi apabila appendiks yang membengkak pecah, atau dapat terjadi bla appendiks ruptur.
Perforasi/ rembes usus
Abses
PENATALAKSANAAN MEDIK
Apendiktomi ( pengangkatan apendiks ) merupakan tindakan satu-satunya
Tindakan pre operative
  1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitas sering kali belum jelas. Dalam keadaan ini obsevasi ketat perlu dilakukan,pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai bila adanya apendiksitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah ( leukosit ) dihitung secara periodik. Foto abdomen dab thorax dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit lainpada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
  1. Anti biotik dan kompresuntuk menurukan suhu penderita.
  2. Bersihkan daerah perut bawah dan pubis (dicukur )
Operasi apendiktomi
Tindakan pasca operasi
  1. observasi vital sigh untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Angkat zoned lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicengah.
  2. Baringkan pasien dalam keadaan fowler.
  3. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan. Bila operasi lebih besar, misal : pada perforasi/ peritonitis umum puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal, kemudian berikan minum  mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesok harinya diberi makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
  4. Satu hari post op dianjurkan duduk tegak ditempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari ke 2 pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar, pada hari ke 7 jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.


PENGKAJIAN KEPERAWATAN
  1. Aktivitas atau istirahat
Gejala :  Malaise
  1. Sirkulasi
Tanda :  Takikardia
  1. Eliminasi
Gejala :   Konstipasi pada awitan awal
Diare ( kadang-kadang )
Tanda :   Distenil abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan
Penurunan atau tidak ada bising usus.
  1. Makanan/ cairan
Gejala :  Anonexia, mual/ muntah.
  1. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik MC. Burney, meningkat karena berjalan,bersin, batuk dan napas dalam.
Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas
Tanda :   Perilaku berhati- hati, berbaring kesamping atau terlentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
  1. Keamanan
Tanda :  Demam ( biasanya rendah )
  1. Pernapasan
Tanda :  takipnea, pernapasan dangkal.
  1. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :  Riwayat kodisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen
Contoh :  Pielitis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional
Dapat terjadi pada berbagai usia.



DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang sering muncul
  1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi adanya insisi bedah.
  2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
  3. Kurang perawatan diri berhubungann dengan kelemahan.
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pronosis dengan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak/ kurang mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi.
  5. Risti infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatnya pertahanan utama perporasi atau ruptur pada apendiks,peritonitis, pembetukan abses, prosedur inpasif,insisi bedah.

DAFTAR PUSTAKA


Acusculapius,2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid 2. Fakultas Kedokteran, UI : Jakarta
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Buku kedokteran, EGC: Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Buku Kedokteran, ECG : Jakarta.
Udin, Naziruddin. 1998.Perawatan VA, FKPP- spk sejawa barat, Bandung.
Syaifuddin, H, B.AC, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi untuk siswa peraat Edisi 2. Buku Kedokteran, EGC : Jakarta



















Saturday, December 29, 2012

Penyebab Penyakit Maag

Gangguan pencernaan oleh masyarakat umum biasa disebut sebagai " penyakit maag ". Namun sebenarnya istilah tersebut tidak digunakan dalam dunia medis. istilah yang biasa digunakan untuk menyebut suatu gejala penyakit yang dalam ilmu kedokteran dikenal sebagai peptic ulcer. Yang secara umum dapat diartikan sebagai adanya tukak atau luka bernanah didalam saluran pencernaan.

Mengapa penyakit mag bisa terjadi???? hingga saat ini teori yang diterima oleh dunia kedokteran menyatakan bahwa penyakit maag disebabkan oleh adanya HCL dalam jumlah yang berlebihan didalam lambung. Kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung dapat merusak jaringan selaput lendir lambung dan jaringan halus usus dua belas jari. Jaringan yang rusak akan menjadi luka bernanah yang menyerupai luka- luka sariawan dibibir (stomatitis).

Apakah yang menyebabkan terjadinya produksi HCL yang berlebihan didalam lambung?. Ahli kedokteran berpendapat bahwa produksi HCL yang berlebihan didalam lambung disebabkan terutama oleh adanya ketegangan atau sters mental/ kejiwaan yang cukup berat. Apabila stres mental dan emosi tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka tubuh akan berusaha untuk menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan tersebut. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan perubahan patologis dalam jaringan atau organ tubuh manusia, melalui sistem saraf otonom.

Penyakit maag yang diakibatkan oleh produksi asam lambung yang berlebihan dapat diperparah oleh kondisi kondisi sebagai berikut :
  1. Waktu makan yang tidak teratur
  2. Gizi atau kualitas makanan yang kurang baik
  3. Jumlah makanan terlalu banyak atau bahkan terlalu sedikit
  4. Jenis makanan yang kurang cocok atau sulit dicerna
  5. Kurang istirahat
  6. Porsi pekerjaan yang melebihi kemampuan fisik/psikis
Dengan demikian dapatlah dipahami apabila penyakit maag sering menyerang orang orang yang banyak mengalami ketegangan psikis atau batin, orang yang hidupnya kurang teratur dan selalu diburu waktu karena tingkat kesibukan yang tinggi.

sumber : buku kesehatan masyarakat, penyakit maag dan gangguan pencernaan dr. Endang L
              Markam, S. 1972. Ensiklopedia Medika Untuk Umum. Bhratara, jakarta

Saturday, December 22, 2012

vaksinasi


Pentingnya vaksinasi

Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen dari mikroorganisme pathogen. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya  agar apabila di kemudian hari sang anak terpapar infeksi yang sesungguhya, ia tidak menjadi sakit karena mempunyai kekebalan yang cukup. Memberikan suntikan vaksinasi pada bayi tepat pada waktunya adalah factor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Yakinlah bahwa dengan membawa bayi melakukan vaksinasi adalah salah satu hal yang terpenting dari bagian tanggung jawab sebagai orang tua. Pemberian vaksin diberiakan pada masa awal pertumbuhan pada anak. Sangatlah penting untuk memberiakan perlindungan yang menyeleluruh terhadap infeksi penyakit yang dapat di cegah dengan vaksinasi. Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi terkadang kurang menyenangkan(rasa sakit akibat suntikan, dan sedikit efek samping)btapi itu adalah untuk kebaikan perlindungan jangka panjang kesehatan anak tersebut.

Monday, December 3, 2012

Bayi Berat Lahir Rendah


 Laporan Pendahuluhan

A.    Medis
I.       Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1.      Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram. (Asrining dkk 2003, 30). Bayi berat badan lahir rendah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan :
a.      Prematuritas murni
Yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan, sedangkan The American Academy Of Pediatric mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur.
b.      Dismaturitas
Yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan.
2.      Penyebab
Menurut Hanifa (2002, 782) berat badan lahir rendah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a.      Faktor ibu
1) Meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia), perdarahan antepartum, trauma fisik dan prikologis, nefritis akut, DM, infeksi akut atau tindakan operatif.
2)     Usia ibu saat hamil kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun, multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
3)     Keadaan sosial ekonomi yang rendah, perkawinan yang tidak sah.
4)     Sebab lain termasuk ibu perokok, peminum alkohol dan pecandu narkotika.


b.      Faktor janin
1)     Hydramnion
2)     Kehamilan ganda (Gemili)
3)     Kelainan kromosom, cacat bawaan
4)     Infeksi dalam kandungan (toksoplasma, rubella, herpes, sipillis, dll)
c.      Faktor placenta
1)     Placenta Privea
2)     Solutio Placenta
3)     Infark Placenta
4)     Abroptio Placenta
d.     Faktor lingkungan
1)     Tempat tinggal di dataran tinggi
2)     Radiasi dan zat-zat racun



3.      Patofisiologi
 SHAPE  \* MERGEFORMAT
Faktor Ibu
-          Gizi
-          Usia
-          Penyakit
-          Keadaan sosial ekonomi

BAYI BERAT LAHIR RENDAH

Faktor Janin
-          Gemili
-          Hidramnion
-          Kelainan Kromosom

Faktor Placenta
-          Placenta Privea
-          Solusio Placenta
-          Infark Placenta
Faktor Lingkungan
-          Tempat tinggal di dataran tinggi
-          Radiasi
-          Zat racun
Suhu Tubuh
-          Sistem termoregulasi belum matur
-          Jaringan kulit tipis
-          Otot tidak aktif
-          Permukaan tubuh lebih luas dari BB
-          Produksi panas berkurang oleh karena lemak coklat
Gangguan alat pencernaan
-          Gangguan alat pencernaan
Motilitas usus menurun
Distensi abdomen
-          Daya cerna dan absorbsi menurun
-          Kerja sfingter kardio oesofagus belum sempurna
Masalah nutrisi
-          Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
-          Resiko tumbang
Imatur Hepar
-          Hiperbilirubin
-          Defisiensi vit. K
-          Kernikterus
-          Resiko gangguan volume cairan
Regurgitasi
Gangguan pernapasan
-          Kurang surfaktan
-          Otot pernapasan lemah
-          Pernapasan periodik
-          Resiko nutrisi kurang
-          Resiko defisit cairan
Ginjal Imatur
-          Produksi urine sedikit
-          Mengurangi kelebihan air
-          Oedema
-          Asidosis metabolik
-          Gangguan pertukaran gas
-          Gangguan pola napas
-          Resiko gangguan perfusi jaringan
Imatur Imunologi
-          Daya tahan tubuh rendah
-          Kadar IgG gama globulin
Masalah pernapasan
- Resiko infeksi
Masalah pengaturan suhu
- Resiko hipotermi


4.      Tanda / Karakteristik
Menurut Jumiarni dkk (1995, 74) karakteristik/tanda-tanda yang dapat dijumpai antara lain :
a.      Prematuritas Murni
1)     Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm.
2)     Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3)     Kepala lebih besar dari pada badan.
4)     Kulit transparan.
5)     Lamugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan tangan.
6)     Lemak subkutan kurang.
7)     Ubun-ubun dan sutura lebar
8)     Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita), pada laki-laki testis belum turun.
9)     Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat.
10) Rambut tipis, halus dan teranyam.
11) Tulang rawan dan daun telinga imatur (elastis daun telinga masih kurang sempurna).
12) Puting susu belum terbentuk dengan baik.
13) Bayi kecil, posisi masih posisi fetal.
14) Pergerakan kurang dan lemah.
15) Banyak tidur, tangis lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnoe
16) Reflek tonic neck lemah
17) Reflek menghisap dan menelan belum sempurna
b.      Dismaturitas
1.      Kulit pucat, mekonium kering keriput, tipis
2.      Vernik caseosa tipis/ tidak ada
3.      Jaringan lemak di bawah kulit tipis
4.      Bayi lebih gesit dan kuat
5.      Tali pusat kuning kehijauan
c.      Komplikasi pada bayi Dismatur (Saifudin Abdul Bari, 2003 : 337)
1)     Sindrom aspirasi mekonium
2)     Hipoglikemi sistemik
3)     Penyakit membran hialin
4)     Hiperbilirubinemia
5)     Aspeksi neonatorum
5.      Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menurut Doengoes & Moorhouse (2001 : 635) antara lain :
a.      Studi cairan ambiotic = untuk rasio lesitin terhadap sphyngomielin (L/S), profil paru janin,  fostatil
b.      Haemoglobin = 15-2 gr % dan hematokrit = 34-61 %, Leukosit mungkin kurang dari 10.000/mm3
c.      Dekstrosit menyatakan hipoglikemi, tes glukosa serum mungkin diperlukan bila hasil kurang dari 45 mg/dl
d.     Kalsium serum mungkin rendah
e.      Elektrolit (Na++, K+, Cl) biasanya dalam batas normal awalnya.
f.       Gas Darah Arteri (AGD) : PO2 mungkin rendah, PCO2 mungkin meningkat 4 menunjukkan asidosis
g.      Laju sedimen Eritrosit (ESR) meningkat menunjukkan respon inflamasi akut
h.      Protein C-reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnay proses radang infeksiius atau non infeksius
i.        Jumlah Trombosit = Trombositopenia dapat menyertai sepsis
j.        Kadar Fibrinogen dapat menurunkan selama koagulasi intravaskuler Disemnata (KID) atau menjadi meningkat selama cidera/inflamasi
k.      Urinalisis mendeteksi abnormalitas, cidera ginjal
l.        Berat jenis urine antara 1,006-1,013 meningkat pada dehidrasi
m.    Clinites mengidentifikasi adanya gula dalam darah
n.      Haemates memeriksa adanya darah pada faeses, hasil positif menunjukkan nekkrifisasi entercolitis
o.      Kultur daaarah mengidentifikasi organisme penyebab sepsis
p.      Tes shake aspirat lambung menentukan ada tidaknya surfactan
q.      Sinar X (PA dan lateral) dapat menunjukan penampilan groundglass (RDS)
r.       Ultrasonographi Cranial mendeteksi ada dan beratnya haemorargi intraventriculer.
s.       Punksi lumbal untuk mengesampingkan meningitis
6.      Penatalaksanaan Medik
a.      Mempertahankan suhu dengan ketat
Menurut Jumiarni dkk (1995 : 94) suhu Bayi Berat Lahir Rendah harus tetap dipertahankan sedapat mungkin mendekati keseimbanagan suhu normal. Supaya bayi dalam suhu normal dapat dipertahankan dengan beberapa cara :
1)     Perawatan bayi dalam inkubator
a)     Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
(a)   Inkubator harus selalu tertutup hanya dibuka jika diperlukan dalam keadaan darurat misalnya apnoe, jika inkubator dibuka usahakan untuk mempertahankan suhu bayi tetap hangat, oksigen harus disediakan
(b)   Semua perawatan dan pengobatan diberikan melalui lubang
(c)   Bayi di dalam inkubator harus keadaan telanjang untuk memudahkan observasi keadaan umumnya misalnya pernapasan dan warna tubuh
(d)  Pengaturan panas bagi bayi harus hati-hati sesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
(e)   Pengaturan oksigen dan kelembaban di dalam inkubator harus diobservasi
(f)    Inkubator harus dibersihkan dan didesinfektan sertiap satu minggu sekali dengan membongkar inkubator untuk sementara bayi dipindahkan dahulu dari inkubator yang lain
(g)   Inkubator tidak ditempatkan dekat jendela atau dinding serta alat pendingin
(h)   Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangatkira-kira dengan suhu 27 °C.
b)     Perawatan bayi dalam inkubator terbuka.
Inkubator ini adalah inkubator yang harus dibuka jia hendak melakukan perawatan, pada umumnya inkubator model kuno dan cara perawatan pada inkubator terbuka sama dengan perawatan inkubator tertutup.
Tabel 1
Lingkungan Termal Netral

Berat Badan (gr)
Suhu Inkubator (°C)
1000
35
1500
34
2000
33,4
2500
33,2
3000
33
4000
32,5
Suhu kamar harus 28-29 °C diturunkan i °C setiap minggu dan bila berat badan bayi mencapai 2000 gram bayi bolelh dirawat di luar inkubator dengan suhu lingkungan 27 °C

Tabel 2
Suhu Inkubator Sesuai Dengan Berat Badan Bayi

BBL (gr)
0-24 jam
2-3 Hari
4-7 Hari
8 Hari
1500
34-36 °C
33-35 °C
33-34 °C
32-33 °C
1505-2000
33-34 °C
33 °C
32-33 °C
32 °C
2001-2500
33 °C
32-33 °C
32 °C
32 °C
>2500
32-33°C
32 °C
31-32 °C
30-31 °C

Bahaya pemakaian inkubator
1.      Hipertensi
2.      Infeksi tak terpantau
3.      Dehidrasi
2)     Perawatan bayi di luar inkubator
(a)   Menggunakan lampu panas
(b)  Membungkus bayi dengan pakaian dan selimut hangat
(c)   Tempatkan dalam keranjang yang dihangatkan dengan cara mempergunakan botol-botol air hangat yang ditempatkan pada tiga sisi dari bayi kecuali kepala
(d)  Semua dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegahaliran udara.
(e)   Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala

b.      Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.

c.      Pemberian nutrisi yang adekuat
1)     Apabila daya hisap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi sedikit
2)     Apabila bayi belum bisa menetek, pemberian ASI diberikan melalui sendok atau pipet
3)     Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus dipasang Naso Gastric Tube (NGT)
Menurut Catzel & Robert (1991 : 43) bahwa frekuensi minum bayi tergantung dari berat badan lahir seperti pada tabel berikut :



Tabel 3
Frekuensi Minum Susu

Berat Badan Lahir
Frekuensi
Kurang dari 2,3 Kg
Tiap 3 jam
Kurang dari 1,8 Kg
Tiap 2 jam
Kurang dari 1,5 Kg
Tiap 1 jam
Kurang dari 1,2 Kg
Minum tetes nasogastus atau nasojejenum

d.     Mengajarkan ibu atau orang tua
1)     Membersihkan jalan napas
2)     Mempertahankan suhu tubuh
3)     Mencegah terjadinya infeksi
4)     Perawatan bayi sehari-hari yaitu memandikan, perawatan tali pusat, pemberian ASI dan pemberian makanan bergizi
e.      Menjelaskan pada ibu pentingnya KB
f.       Observasi keadaan umum bayi
Observasi keadaan umum bayi selama tiga hari, apabila tidak ada perubahan atau keadaan umum bayi semakin menurun harus dirujuk ke rumah sakit.


 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan
Rasional
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi, ketidakseimbangan kadar surfaktan, imaturitas sistim susunan syaraf pusat.















Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
-       Bayi mampu mempertahankan kadar PO2 / PCO2 dalam batas normal.
-       Penurunan kerja penfasan yang tidak ada morbiditas
1.   Perhatikan usia gestasi berat badan dan jenis kelamin


2.   perhatikan tanda-tanda distress pernafasan (tachipnoe, cuping hidung,mengorok, ronchi )
3.   Gunakan O2 terapi


4.   Bersihkan jalan nafas dengan hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati sesuai kebutuhan
5.   Kolaborasi pemantauan AGD
1.   Bayi yang lahir sebelum gretasi 30 minggu dengan berat badan kurang 1500 gram beresiko terhadap  terjadinya respirasi distress
2.   Tachipnoe menandakan distress pernafasan : yaitu bila lebih dari 60x / menit setelah 5 jam kehidupan
3.   Memberikan pemantauan noninvasive konstan terhadap oksigen
4.   Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
5.   Hipoksemia, hiperkapnoe menunjukkan penurunan kadar surfaktan
2.
Resti tidak efektifnya termoregulasi berhubungan dengan : imaturitas susunan syaraf pusat, penurunan lemak subkutan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bayi :
-       Mampu mempertahankan suhu tubuh normal (37-375 oC)
-       Bebas dari tanda-tanda distress dingin
1.   Observasi dan ukur suhu sesering mungkin atau tiap 3 jam sekali
2.   Tempatkan bayi pada penghangat, incubator
3.   Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah
4.   Perhatikan perkembangan takikardi warna merah, letargi panoe, kejang
5.   Kolaborasi pemeriksaan AGD glukosa, eleltrolit.
1.   Hipottermi membuat bayi cenderung pad sters dingin
2.   Mempertahankan lingkungan termonetral
3.   Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
4.   Tanda-tanda ini akan berlanjut pada kerusakan otak
5.   Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa. 
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan imaturitas produksi enzyim, kapasitas lambung kecil, reflek lemah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bayi :
-   Mampu mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal (penambahan sedikitnya 20 gram / hari)

1.   Kaji maturitas reflek berkenan dengan pemberian makan menghisap, menalan, batuk.
2.   Auskultasi bising usus


3.   Kaji pemasangan selang pemberian makan pada bayi untuk mencegah masuknya udara kedalam lambung
4.   berikan ASI / formula dengan perlahan dengan kecepatan 1 ml / menit
5.   Kolaborasi berikan vitamin A, C, D, E
1.   Menetukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi

2.   Pemberian makan pertama bayi stabil yang memiliki peristaltic dapat dimulai 6-12 jam setelah lahir
3.   Pemasangan selang tidak tepat menurunkan fungsi pernafasan

4.   Pemasukan  yang cepat menimbulkan respon balik, reguritasi, aspirasi

5.   Meningkatkan keadekuatan nutiris

4.
Risti kekurangan volume cairan  berhubungan dengan usia dan berat badan ekstrim (premature dibawah 2500 gram) kehilangan cairan berlebihan, peningkatan suhu lingkungan, imaturitas ginjal.
Setelah dilakukan tidakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
1.   Pantau tekanan darah, nadi dan suhu
2.   Evaluasi turgor kulit membrane mukosa, keadaan fontanel anterior


3.   Perhatikan latergi, distens abdomen, kejang

4.   Lakukan test urina

5.   Kolabrasi pemerikaan HCT, kalsium, kalium
1.   Kehilangan 25 % volume darah mengakibatkan syok
2.   Cadangan cairan dibatasi pada bayi. Kehilangan cairan dapat menimbulkan dehidarsi, terlihat kulit lebih kering fontanel cekung
3.   Tanda-tanda ini menunjukkan hipokalsemia, yang sering terjadi 10 hari pertama kehidupan
4.   Kasus glikosuria hipohlikemei terjadi saat ginjal imatur
5.   Dihidarasi meningkatkan HCT, penurunan kalsium dankalium
5.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis kapiler rapuh pada permukaan kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan kulit berkurang sampai hilanh
1.   Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan
2.   berikan perawatan kulit dengan menggunakan sabun dengan pH ringan saat mandi
3.   Meminimalkan penggunaan plester

4.   atur posisi miring kanan/ kiri secara bergantian
5.   Berikan salep kulit
1.   Menginditifikasi area kerusakan kulit yang tepat menyebabkan sepsis
2.   Sabun dengan pH ringan memperkecil kerusakan kulit

3.   Melepas plaster,d apat melepas lapisan epidermal
4.   Mencegah terjadinya necrosis

5.   Menecegah iritasi kulit 
6.
Risti infeksi berhubungan dengan respon imun imatur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
1.   Tinjau ulang catatan kelahiran



2.   Berikan jarak antara unit incubator dengan individu
3.   Lakukan cara-cara mencuci tangan menggunakan antispetik
4.   Lakukan perawatan tali pusat sesuai protap
5.   Kolaborasi pemberian antibiotik  
1.   Faktor-faktor material seperti KPD dengan perasalinan dan kelahiran pretem. Kemungkinan disebabkan infeksi
2.   Menjaga jarak dengan 4-6 kaki membantu mencegah droplet infeksi
3.   Mencegah infeksi silang

4.   Perawatan sesuai prosedur meminimalkan infeksi
5.   Antibiotik spectrum luas biasanya diindikasikan untuk mencegah infeksi
7.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan pengembangan otot, kelelehan









Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola pernafasan efekti
1.   Observasi pola pernafasan dan frekuensi pernafasan

2.   Hisap lender sesuai dengan kebutuhan
3.   Posisikan bayi pada abdomen atau terlentang dengan punggung di ganjal kain.
4.   Pertahankan suhu tubuh optimal


5.   Kolaborasi berikan O2 sesuai kebutuhan.

  1. Perubahan pola pernafasan sering terjadi pada gestasi kurang dari 30 minggu
  2. Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan pernafasan
  3. Posisi ekstensi memudahkan
  4. pernafasan dan menurunkan episode apnoe
  5. Peningkatan atau penurunan  suhu tubuh yang dratis dapat menimbulkan apnoe
  6. Meningkatkan fungsi pernafasan 
8
Resiko tinggi cedera terhadap kerusakan sistem saraf pusat berhubungan dengan hipoksia jaringan, perubahan faktor pembekuan, ketidakseimbangan metabolic (hipoglikemia, perpindahan elektrolit, peningkatan bilirubin)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien bebas dari kejangdantanta- tanda kerusakan SSP
1. Kaji upaya pernapasan. Perhatikan adanya pucat atau sianosis.





2.  Observasi terhadap perubahan fungsi sisten saraf pusat





3.  Ukur lingkar kepala




4. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium Ht/Hb, GDA





5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen oksigen
1. Distress pernapasan dan
 hipoksia mempengarui fungsi serebral ak atau melemahkan dinding pembubuluh darah serebral,, dan meningkatkan resiko ruptur.
2. Trauma  kelahiran, kapiler rapuh, dan kerusakan proses koagulasi membuat bayi beresiko, khususnya bayi yang berat badannya kurang dari 1500 g atau gestasi di bawah 34 minggu.
3.   Membantu mendeteksi kemungkinan peningkatan tekanan intracranial yang mungkin akibat dari hemoragi subdural.
4. Penurunan kadar Hb atau anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen, meningkatkan resiko kerusakan SPP yang permanent berkanaan dengan hipoksemia.
5. Hipoksemia meningkatkan resiko kelemahan atau kerusakan SSP yang permanent.

9.
Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan system ginjal imatur, dan penurunan laju filtrasi glomerulus ( ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urin, untuk mempertahankan asam basa, cairan, dan homeostasis elektrolit, dan untuk memetabolisme dan mengeluarkan obat).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat mempertahankan berat jenis urin, haluaran
1.  Pantau haluaran, lebih disukai dengan menimbang popok, atau dengan mengkaji saturasi popok dan jumlah popok yang digunakan per hari. Ukur berat jenis urin.
2.  Hitung keseimbangan cairan setiap 8 jam dan timbang berat bayi.



3.  Pehatikan adanya ronchi, dispnea, atau takipnea




4.  Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasii, kadar elrktrolit dan pH.
1. Haluaran harus 1-3 ml/kg/jam dan berat jenis harus 1, 006 sampai 1,013. hipovolemia dan anuria dapat menyertai hipoksia berat.

2.      Keseimbangan cairan yang positif dan hubungan penambahan berat badan dengan kelebihan 20- 30 g/ hari menunjukkan kelebihan cairan.
3.      Keterbatasan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan kelebihan cairan meningkatkan risiko hidrasi berlebihan dengan gangguan jantung atau pernapasan.
4.      Asidosis dan perubahan kadar elekrolit menunjukan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis.
10.
Resiko tinngi konstipasi, diare berhubungan dengan masukan diet atau cairan, ketidakaktifan fisik, otot- otot abdomem, perubahan motilitas gastrik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak terjadi konstipasi dan diare dengan kriteria abdomen lunak dan tidak distensi, bebas dari tanda- tanda enterokolitis nekrotisan.
1.       Auskultasi bising usus. Ukur lingkar abdomen


2.       Kaji status hidrasi dan masukan cairan dan haluaran.


3.       Hindari penggunaan  popok dan termometer  rectal


4.       Kolaborasi tingkatkan pengenceran formula suplemen sesuai indikasi.
  1. Penurunan fungsi usus dan motilitas GI mengakibatkan defekasi tidak sering dan tidak distensi abdomen.
  2. Ketidakadekuatan hidrasi dapat memperberat kurangnya air atau konstipasi feses.
  3. Popok meningkatkan tekanan abdomen bawah dan mencegah atau membatasi observasi terhadap abdomen.
  4. Diare dapat menandakan intoleransi terhapap konsentrasi formula.
11.
Resiko perubahan sensori – perceptual berhubungan dengan imaturitas sistem neurosensori, perubahan rangsang lingkungan ( berlebihan atau kurang), efek- efek terapi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien Berespon dengan tepat pada rangsang khusus usia, bebas dari tanda- tanda kelebihan beban sensori, mendemonstrasikan respon yang diharapkan pada rangsang visual.
1.       Beri perawat primer untuk setiap shift.

2.       Ganti posisi bayi




3.       Anjurkan peningkatan penggunaan rangsang auditorius dan taktil.



4.       Kolaborasi dalam pemberian tempat tidur yang tidak rata bila diindikasikan.
  1. meningkatkan kontinuitas perawatan dan mengikuti program perkembangan.
  2. memberikan rangsang kinesthesia. Bayi imatur secara neuromuskuler tidak mampu mengubah posisi sendiri.
  3. Mempertahankan rangsang dini adekuat dan tepat dapat membatasi masalah kognitif dan emosional masa dating berhubungan dengan isu- iasu lingkungan
  4. Bayi praterm yang kurang dari gestasi 34 minggu telah menunjukkan peningkatan ukuran kepala dan diameter biparietal dendan rangsangan.
12.
Resiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan imaturitas dan atau kerusakan sistem saraf pusat ( ambang rendah untuk rangsang dan stess nyeri), kemampuan organisasi yang buruk, keterbatasan kemampuan untuk mengontrol lingkungan.  

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan meminimalkan / menurunkan isyarat perilaku yang menandakan stress, kemajuan dengan tepat, sesuai pola individu dalam pertumbuhan dan perkembangan.
1.       Kaji bayi terhadap isyarat perilaku yang menandakan stes, perhatikan factor- factor penyebab dan hilangkan atau kurangi stressor bila mungkin.



2.       Ubah posisi bayi dengan menggunakan gulungan popok yang ditempatkan pada punggung dan bagian depan bila bayi pada posisi miringa atau pada sisinya bila bayi dapat mentoleransi posisi telungkup.
3.       Berikan informasi orangtua tentang isyarat perilaku bayi dan respon terhadap stressor.
  1. pengenalan dalam respon perilaku lazim dan sifat kepribadian bayi perlu untuk mengidentifikasi perubahan yang tidak nyata yang mnandakan stes dan perlu intervensi untuk menurunkan stress ini.
  2. Imaturitas neuromuskuler dapat merusak kemampuan bayi untuk mencari posisi yang nyaman atau menghilangkan stress dari perubahan posisi.

  1. Orangtua harus meningkatkan keterampilan dalam pengenalan isyarat bayi yang tidak nyata yang menandakan stres se4hingga mereka dapat secara efektif memberikan intervensi untuk meminimalkan stres dan memudahkan adaptasi positif bayi terhadap kehidupan ekstrauterus.



DAFTAR PUSTAKA

Asrining, Siti Handayani, Heni Nur. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. (1994). Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga, Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Doenges, Marilyn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Ilyas, Jumiarni. (1994). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2005). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3. Jakarta : FKUI

Markum. (1991). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Bagian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia