Laporan Pendahuluhan
A.
Medis
I.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1.
Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang atau sama dengan 2500 gram. (Asrining dkk 2003, 30). Bayi berat badan
lahir rendah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan :
a.
Prematuritas murni
Yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan, sedangkan The American
Academy Of Pediatric mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur.
b.
Dismaturitas
Yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk usia kehamilan.
2.
Penyebab
Menurut Hanifa (2002, 782) berat badan lahir rendah disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
a.
Faktor ibu
1) Meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya toksemia
gravidarum (preeklampsia dan eklampsia), perdarahan antepartum, trauma fisik
dan prikologis, nefritis akut, DM, infeksi akut atau tindakan operatif.
2)
Usia ibu saat hamil kurang dari 16 tahun atau lebih
dari 35 tahun, multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
3)
Keadaan sosial ekonomi yang rendah, perkawinan yang
tidak sah.
4)
Sebab lain termasuk ibu perokok, peminum alkohol dan
pecandu narkotika.
b.
Faktor janin
1)
Hydramnion
2)
Kehamilan ganda (Gemili)
3)
Kelainan kromosom, cacat bawaan
4)
Infeksi dalam kandungan (toksoplasma, rubella, herpes,
sipillis, dll)
c.
Faktor placenta
1)
Placenta Privea
2)
Solutio Placenta
3)
Infark Placenta
4)
Abroptio Placenta
d.
Faktor lingkungan
1)
Tempat tinggal di dataran tinggi
2)
Radiasi dan zat-zat racun
3.
Patofisiologi
SHAPE
\* MERGEFORMAT
Faktor Ibu
-
Gizi
-
Usia
-
Penyakit
-
Keadaan
sosial ekonomi
|
Faktor Janin
-
Gemili
-
Hidramnion
-
Kelainan
Kromosom
|
Faktor Placenta
-
Placenta
Privea
-
Solusio
Placenta
-
Infark
Placenta
|
Faktor Lingkungan
-
Tempat
tinggal di dataran tinggi
-
Radiasi
-
Zat racun
|
Suhu Tubuh
-
Sistem
termoregulasi belum matur
-
Jaringan
kulit tipis
-
Otot tidak
aktif
-
Permukaan
tubuh lebih luas dari BB
-
Produksi
panas berkurang oleh karena lemak coklat
|
Gangguan alat pencernaan
-
Gangguan
alat pencernaan
|
Distensi abdomen
-
Daya cerna
dan absorbsi menurun
-
Kerja
sfingter kardio oesofagus belum sempurna
|
-
Resiko
nutrisi kurang dari kebutuhan
-
Resiko
tumbang
|
Imatur Hepar
-
Hiperbilirubin
-
Defisiensi
vit. K
-
Kernikterus
|
-
Resiko
gangguan volume cairan
|
Gangguan pernapasan
-
Kurang
surfaktan
-
Otot
pernapasan lemah
-
Pernapasan
periodik
|
-
Resiko nutrisi
kurang
-
Resiko
defisit cairan
|
Ginjal Imatur
-
Produksi
urine sedikit
-
Mengurangi
kelebihan air
-
Oedema
-
Asidosis
metabolik
|
-
Gangguan
pertukaran gas
-
Gangguan
pola napas
-
Resiko
gangguan perfusi jaringan
|
Imatur Imunologi
-
Daya tahan
tubuh rendah
-
Kadar IgG
gama globulin
|
4.
Tanda / Karakteristik
Menurut Jumiarni dkk (1995, 74) karakteristik/tanda-tanda yang dapat
dijumpai antara lain :
a.
Prematuritas Murni
1)
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang
dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm.
2)
Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3)
Kepala lebih besar dari pada badan.
4)
Kulit transparan.
5)
Lamugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada
dahi, pelipis, telinga dan tangan.
6)
Lemak subkutan kurang.
7)
Ubun-ubun dan sutura lebar
8)
Genetalia belum sempurna, labia minora belum
tertutup oleh labia mayora (pada wanita), pada laki-laki testis belum
turun.
9)
Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus
dapat terlihat.
10) Rambut
tipis, halus dan teranyam.
11) Tulang
rawan dan daun telinga imatur (elastis daun telinga masih kurang sempurna).
12) Puting
susu belum terbentuk dengan baik.
13) Bayi
kecil, posisi masih posisi fetal.
14) Pergerakan
kurang dan lemah.
15) Banyak
tidur, tangis lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan
apnoe
16) Reflek
tonic neck lemah
17) Reflek
menghisap dan menelan belum sempurna
b.
Dismaturitas
1.
Kulit pucat, mekonium kering keriput, tipis
2.
Vernik caseosa tipis/ tidak ada
3.
Jaringan lemak di bawah kulit tipis
4.
Bayi lebih gesit dan kuat
5.
Tali pusat kuning kehijauan
c.
Komplikasi pada bayi Dismatur (Saifudin Abdul
Bari, 2003 : 337)
1)
Sindrom aspirasi mekonium
2)
Hipoglikemi sistemik
3)
Penyakit membran hialin
4)
Hiperbilirubinemia
5)
Aspeksi neonatorum
5.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menurut Doengoes & Moorhouse
(2001 : 635) antara lain :
a.
Studi cairan ambiotic = untuk rasio lesitin
terhadap sphyngomielin (L/S), profil paru janin, fostatil
b.
Haemoglobin = 15-2 gr % dan hematokrit =
34-61 %, Leukosit mungkin kurang dari 10.000/mm3
c.
Dekstrosit menyatakan hipoglikemi, tes glukosa
serum mungkin diperlukan bila hasil kurang dari 45 mg/dl
d.
Kalsium serum mungkin rendah
e.
Elektrolit (Na++, K+, Cl)
biasanya dalam batas normal awalnya.
f.
Gas Darah Arteri (AGD) : PO2 mungkin rendah,
PCO2 mungkin meningkat 4 menunjukkan asidosis
g.
Laju sedimen Eritrosit (ESR) meningkat
menunjukkan respon inflamasi akut
h.
Protein C-reaktif (beta globulin) ada dalam
serum sesuai dengan proporsi beratnay proses radang infeksiius atau non
infeksius
i.
Jumlah Trombosit = Trombositopenia dapat
menyertai sepsis
j.
Kadar Fibrinogen dapat menurunkan selama koagulasi
intravaskuler Disemnata (KID) atau menjadi meningkat selama cidera/inflamasi
k.
Urinalisis mendeteksi abnormalitas, cidera ginjal
l.
Berat jenis urine antara 1,006-1,013 meningkat pada
dehidrasi
m.
Clinites mengidentifikasi adanya gula dalam darah
n.
Haemates memeriksa adanya darah pada faeses, hasil
positif menunjukkan nekkrifisasi entercolitis
o.
Kultur daaarah mengidentifikasi organisme penyebab
sepsis
p.
Tes shake aspirat lambung menentukan ada tidaknya
surfactan
q.
Sinar X (PA dan lateral) dapat menunjukan penampilan
groundglass (RDS)
r.
Ultrasonographi Cranial mendeteksi ada dan beratnya
haemorargi intraventriculer.
s.
Punksi lumbal untuk mengesampingkan meningitis
6.
Penatalaksanaan Medik
a.
Mempertahankan suhu dengan ketat
Menurut Jumiarni dkk (1995 : 94) suhu Bayi Berat Lahir Rendah harus tetap
dipertahankan sedapat mungkin mendekati keseimbanagan suhu normal. Supaya bayi
dalam suhu normal dapat dipertahankan dengan beberapa cara :
1)
Perawatan bayi dalam inkubator
a)
Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
(a)
Inkubator harus selalu tertutup hanya dibuka jika
diperlukan dalam keadaan darurat misalnya apnoe, jika inkubator dibuka usahakan
untuk mempertahankan suhu bayi tetap hangat, oksigen harus disediakan
(b)
Semua perawatan dan pengobatan diberikan melalui lubang
(c)
Bayi di dalam inkubator harus keadaan telanjang untuk
memudahkan observasi keadaan umumnya misalnya pernapasan dan warna tubuh
(d) Pengaturan
panas bagi bayi harus hati-hati sesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
(e)
Pengaturan oksigen dan kelembaban di dalam inkubator
harus diobservasi
(f)
Inkubator harus dibersihkan dan didesinfektan sertiap
satu minggu sekali dengan membongkar inkubator untuk sementara bayi dipindahkan
dahulu dari inkubator yang lain
(g)
Inkubator tidak ditempatkan dekat jendela atau dinding
serta alat pendingin
(h)
Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang
hangatkira-kira dengan suhu 27 °C.
b)
Perawatan bayi dalam inkubator terbuka.
Inkubator ini adalah inkubator yang harus dibuka jia hendak melakukan
perawatan, pada umumnya inkubator model kuno dan cara perawatan pada inkubator
terbuka sama dengan perawatan inkubator tertutup.
Tabel 1
Lingkungan Termal Netral
Berat
Badan (gr)
|
Suhu
Inkubator (°C)
|
1000
|
35
|
1500
|
34
|
2000
|
33,4
|
2500
|
33,2
|
3000
|
33
|
4000
|
32,5
|
Suhu kamar harus 28-29 °C diturunkan i °C setiap minggu dan bila berat
badan bayi mencapai 2000 gram bayi bolelh dirawat di luar inkubator dengan suhu
lingkungan 27 °C
Tabel 2
Suhu Inkubator Sesuai Dengan Berat Badan Bayi
BBL
(gr)
|
0-24
jam
|
2-3
Hari
|
4-7
Hari
|
8
Hari
|
1500
|
34-36
°C
|
33-35
°C
|
33-34
°C
|
32-33
°C
|
1505-2000
|
33-34
°C
|
33
°C
|
32-33
°C
|
32
°C
|
2001-2500
|
33
°C
|
32-33
°C
|
32
°C
|
32
°C
|
>2500
|
32-33°C
|
32
°C
|
31-32
°C
|
30-31
°C
|
Bahaya pemakaian inkubator
1.
Hipertensi
2.
Infeksi tak terpantau
3.
Dehidrasi
2)
Perawatan bayi di luar inkubator
(a)
Menggunakan lampu panas
(b) Membungkus
bayi dengan pakaian dan selimut hangat
(c)
Tempatkan dalam keranjang yang dihangatkan dengan cara
mempergunakan botol-botol air hangat yang ditempatkan pada tiga sisi dari bayi
kecuali kepala
(d) Semua
dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegahaliran
udara.
(e)
Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang
hilang melalui kepala
b.
Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan
prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
memegang bayi.
c.
Pemberian nutrisi yang adekuat
1)
Apabila daya hisap belum baik, bayi dicoba untuk
menetek sedikit demi sedikit
2)
Apabila bayi belum bisa menetek, pemberian ASI
diberikan melalui sendok atau pipet
3)
Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan
harus dipasang Naso Gastric Tube (NGT)
Menurut Catzel & Robert (1991 : 43) bahwa frekuensi minum bayi
tergantung dari berat badan lahir seperti pada tabel berikut :
Tabel 3
Frekuensi Minum Susu
Berat
Badan Lahir
|
Frekuensi
|
Kurang dari 2,3 Kg
|
Tiap
3 jam
|
Kurang
dari 1,8 Kg
|
Tiap
2 jam
|
Kurang
dari 1,5 Kg
|
Tiap
1 jam
|
Kurang
dari 1,2 Kg
|
Minum
tetes nasogastus atau nasojejenum
|
d.
Mengajarkan ibu atau orang tua
1)
Membersihkan jalan napas
2)
Mempertahankan suhu tubuh
3)
Mencegah terjadinya infeksi
4)
Perawatan bayi sehari-hari yaitu memandikan, perawatan
tali pusat, pemberian ASI dan pemberian makanan bergizi
e.
Menjelaskan pada ibu pentingnya KB
f.
Observasi keadaan umum bayi
Observasi keadaan umum bayi selama tiga hari, apabila tidak ada perubahan
atau keadaan umum bayi semakin menurun harus dirujuk ke rumah sakit.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanaan
|
Rasional
|
Tujuan
dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
ketidakseimbangan kadar surfaktan, imaturitas sistim susunan syaraf pusat.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
-
Bayi mampu mempertahankan kadar PO2 / PCO2 dalam
batas normal.
-
Penurunan kerja penfasan yang tidak ada morbiditas
|
1.
Perhatikan usia gestasi berat badan dan jenis kelamin
2.
perhatikan tanda-tanda distress pernafasan
(tachipnoe, cuping hidung,mengorok, ronchi )
3.
Gunakan O2 terapi
4.
Bersihkan jalan nafas dengan hisap hidung dan
orofaring dengan hati-hati sesuai kebutuhan
5.
Kolaborasi pemantauan AGD
|
1.
Bayi yang lahir sebelum gretasi 30 minggu dengan
berat badan kurang 1500 gram beresiko terhadap terjadinya respirasi distress
2.
Tachipnoe menandakan distress pernafasan : yaitu bila
lebih dari 60x / menit setelah 5 jam kehidupan
3.
Memberikan pemantauan noninvasive konstan terhadap
oksigen
4.
Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan
nafas
5.
Hipoksemia, hiperkapnoe menunjukkan penurunan kadar
surfaktan
|
2.
|
Resti tidak
efektifnya termoregulasi berhubungan dengan : imaturitas susunan syaraf
pusat, penurunan lemak subkutan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bayi :
-
Mampu mempertahankan suhu tubuh normal (37-375 oC)
-
Bebas dari tanda-tanda distress dingin
|
1.
Observasi dan ukur suhu sesering mungkin atau tiap 3
jam sekali
2.
Tempatkan bayi pada penghangat, incubator
3.
Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah
4.
Perhatikan perkembangan takikardi warna merah,
letargi panoe, kejang
5.
Kolaborasi pemeriksaan AGD glukosa, eleltrolit.
|
1.
Hipottermi membuat bayi cenderung pad sters dingin
2.
Mempertahankan lingkungan termonetral
3.
Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
4.
Tanda-tanda ini akan berlanjut pada kerusakan otak
5.
Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap
glukosa.
|
3.
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan imaturitas produksi enzyim,
kapasitas lambung kecil, reflek lemah.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bayi :
- Mampu mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan
dalam kurva normal (penambahan sedikitnya 20 gram / hari)
|
1.
Kaji maturitas reflek berkenan dengan pemberian makan
menghisap, menalan, batuk.
2.
Auskultasi bising usus
3.
Kaji pemasangan selang pemberian makan pada bayi
untuk mencegah masuknya udara kedalam lambung
4.
berikan ASI / formula dengan perlahan dengan
kecepatan 1 ml / menit
5.
Kolaborasi berikan vitamin A, C, D, E
|
1.
Menetukan metode pemberian makan yang tepat untuk
bayi
2.
Pemberian makan pertama bayi stabil yang memiliki
peristaltic dapat dimulai 6-12 jam setelah lahir
3.
Pemasangan selang tidak tepat menurunkan fungsi
pernafasan
4.
Pemasukan yang
cepat menimbulkan respon balik, reguritasi, aspirasi
5.
Meningkatkan keadekuatan nutiris
|
4.
|
Risti
kekurangan volume cairan berhubungan
dengan usia dan berat badan ekstrim (premature dibawah 2500 gram) kehilangan
cairan berlebihan, peningkatan suhu lingkungan, imaturitas ginjal.
|
Setelah dilakukan tidakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi kekurangan volume cairan.
|
1.
Pantau tekanan darah, nadi dan suhu
2.
Evaluasi turgor kulit membrane mukosa, keadaan
fontanel anterior
3.
Perhatikan latergi, distens abdomen, kejang
4.
Lakukan test urina
5.
Kolabrasi pemerikaan HCT, kalsium, kalium
|
1.
Kehilangan 25 % volume darah mengakibatkan syok
2.
Cadangan cairan dibatasi pada bayi. Kehilangan cairan
dapat menimbulkan dehidarsi, terlihat kulit lebih kering fontanel cekung
3.
Tanda-tanda ini menunjukkan hipokalsemia, yang sering
terjadi 10 hari pertama kehidupan
4.
Kasus glikosuria hipohlikemei terjadi saat ginjal
imatur
5.
Dihidarasi meningkatkan HCT, penurunan kalsium
dankalium
|
5.
|
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis kapiler rapuh pada permukaan
kulit
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kerusakan kulit berkurang sampai hilanh
|
1.
Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau
tekanan
2.
berikan perawatan kulit dengan menggunakan sabun
dengan pH ringan saat mandi
3.
Meminimalkan penggunaan plester
4.
atur posisi miring kanan/ kiri secara bergantian
5.
Berikan salep kulit
|
1.
Menginditifikasi area kerusakan kulit yang tepat
menyebabkan sepsis
2.
Sabun dengan pH ringan memperkecil kerusakan kulit
3.
Melepas plaster,d apat melepas lapisan epidermal
4.
Mencegah terjadinya necrosis
5.
Menecegah iritasi kulit
|
6.
|
Risti infeksi
berhubungan dengan respon imun imatur
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi infeksi
|
1.
Tinjau ulang catatan kelahiran
2.
Berikan jarak antara unit incubator dengan individu
3.
Lakukan cara-cara mencuci tangan menggunakan
antispetik
4.
Lakukan perawatan tali pusat sesuai protap
5.
Kolaborasi pemberian antibiotik
|
1.
Faktor-faktor material seperti KPD dengan perasalinan
dan kelahiran pretem. Kemungkinan disebabkan infeksi
2.
Menjaga jarak dengan 4-6 kaki membantu mencegah
droplet infeksi
3.
Mencegah infeksi silang
4.
Perawatan sesuai prosedur meminimalkan infeksi
5.
Antibiotik spectrum luas biasanya diindikasikan untuk
mencegah infeksi
|
7.
|
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan
pengembangan otot, kelelehan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pola pernafasan efekti
|
1.
Observasi pola pernafasan dan frekuensi pernafasan
2.
Hisap lender sesuai dengan kebutuhan
3.
Posisikan bayi pada abdomen atau terlentang dengan
punggung di ganjal kain.
4.
Pertahankan suhu tubuh optimal
5.
Kolaborasi berikan O2 sesuai kebutuhan.
|
- Perubahan pola pernafasan sering
terjadi pada gestasi kurang dari 30 minggu
- Menghilangkan mucus yang menyumbat
jalan pernafasan
- Posisi ekstensi memudahkan
- pernafasan dan menurunkan episode
apnoe
- Peningkatan atau penurunan suhu tubuh yang dratis dapat
menimbulkan apnoe
- Meningkatkan fungsi pernafasan
|
8
|
Resiko tinggi
cedera terhadap kerusakan sistem saraf pusat berhubungan dengan hipoksia
jaringan, perubahan faktor pembekuan, ketidakseimbangan metabolic
(hipoglikemia, perpindahan elektrolit, peningkatan bilirubin)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien bebas dari kejangdantanta- tanda kerusakan SSP
|
1. Kaji
upaya pernapasan. Perhatikan adanya pucat atau sianosis.
2. Observasi terhadap perubahan fungsi sisten
saraf pusat
3. Ukur lingkar kepala
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium Ht/Hb, GDA
5. Kolaborasi dalam pemberian
suplemen oksigen
|
1. Distress pernapasan dan
hipoksia mempengarui fungsi serebral
ak atau melemahkan dinding pembubuluh darah serebral,, dan meningkatkan
resiko ruptur.
2. Trauma kelahiran, kapiler rapuh, dan kerusakan
proses koagulasi membuat bayi beresiko, khususnya bayi yang berat badannya
kurang dari 1500 g atau gestasi di bawah 34 minggu.
3. Membantu
mendeteksi kemungkinan peningkatan tekanan intracranial yang mungkin akibat
dari hemoragi subdural.
4. Penurunan kadar Hb atau anemia
menurunkan kapasitas pembawa oksigen, meningkatkan resiko kerusakan SPP yang
permanent berkanaan dengan hipoksemia.
5. Hipoksemia meningkatkan resiko kelemahan atau
kerusakan SSP yang permanent.
|
9.
|
Resiko
kelebihan volume cairan berhubungan dengan system ginjal imatur, dan
penurunan laju filtrasi glomerulus ( ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan
urin, untuk mempertahankan asam basa, cairan, dan homeostasis elektrolit, dan
untuk memetabolisme dan mengeluarkan obat).
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
dapat mempertahankan berat jenis urin, haluaran
|
1. Pantau
haluaran, lebih disukai dengan menimbang popok, atau dengan mengkaji saturasi
popok dan jumlah popok yang digunakan per hari. Ukur berat jenis urin.
2. Hitung
keseimbangan cairan setiap 8 jam dan timbang berat bayi.
3. Pehatikan
adanya ronchi, dispnea, atau takipnea
4.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasii, kadar
elrktrolit dan pH.
|
1. Haluaran harus 1-3 ml/kg/jam dan berat jenis
harus 1, 006 sampai 1,013. hipovolemia dan anuria dapat menyertai hipoksia
berat.
2.
Keseimbangan cairan yang positif dan hubungan
penambahan berat badan dengan kelebihan 20- 30 g/ hari menunjukkan kelebihan
cairan.
3.
Keterbatasan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan
kelebihan cairan meningkatkan risiko hidrasi berlebihan dengan gangguan jantung
atau pernapasan.
4.
Asidosis dan perubahan kadar elekrolit menunjukan
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis.
|
10.
|
Resiko tinngi
konstipasi, diare berhubungan dengan masukan diet atau cairan, ketidakaktifan
fisik, otot- otot abdomem, perubahan motilitas gastrik.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien tidak terjadi konstipasi dan diare dengan kriteria abdomen lunak dan
tidak distensi, bebas dari tanda- tanda enterokolitis nekrotisan.
|
1.
Auskultasi bising usus. Ukur lingkar abdomen
2.
Kaji status hidrasi dan masukan cairan dan haluaran.
3.
Hindari penggunaan
popok dan termometer rectal
4.
Kolaborasi tingkatkan pengenceran formula suplemen
sesuai indikasi.
|
- Penurunan fungsi usus dan motilitas
GI mengakibatkan defekasi tidak sering dan tidak distensi abdomen.
- Ketidakadekuatan hidrasi dapat
memperberat kurangnya air atau konstipasi feses.
- Popok meningkatkan tekanan abdomen
bawah dan mencegah atau membatasi observasi terhadap abdomen.
- Diare dapat menandakan intoleransi
terhapap konsentrasi formula.
|
11.
|
Resiko
perubahan sensori – perceptual berhubungan dengan imaturitas sistem
neurosensori, perubahan rangsang lingkungan ( berlebihan atau kurang), efek-
efek terapi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien Berespon dengan tepat pada rangsang khusus usia, bebas dari tanda-
tanda kelebihan beban sensori, mendemonstrasikan respon yang diharapkan pada
rangsang visual.
|
1.
Beri perawat primer untuk setiap shift.
2.
Ganti posisi bayi
3.
Anjurkan peningkatan penggunaan rangsang auditorius
dan taktil.
4.
Kolaborasi dalam pemberian tempat tidur yang tidak
rata bila diindikasikan.
|
- meningkatkan kontinuitas perawatan
dan mengikuti program perkembangan.
- memberikan rangsang kinesthesia.
Bayi imatur secara neuromuskuler tidak mampu mengubah posisi sendiri.
- Mempertahankan rangsang dini
adekuat dan tepat dapat membatasi masalah kognitif dan emosional masa
dating berhubungan dengan isu- iasu lingkungan
- Bayi praterm yang kurang dari
gestasi 34 minggu telah menunjukkan peningkatan ukuran kepala dan
diameter biparietal dendan rangsangan.
|
12.
|
Resiko koping
individual tidak efektif berhubungan dengan imaturitas dan atau kerusakan
sistem saraf pusat ( ambang rendah untuk rangsang dan stess nyeri), kemampuan
organisasi yang buruk, keterbatasan kemampuan untuk mengontrol
lingkungan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien akan meminimalkan / menurunkan isyarat perilaku yang menandakan stress,
kemajuan dengan tepat, sesuai pola individu dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
|
1.
Kaji bayi terhadap isyarat perilaku yang menandakan
stes, perhatikan factor- factor penyebab dan hilangkan atau kurangi stressor
bila mungkin.
2.
Ubah posisi bayi dengan menggunakan gulungan popok
yang ditempatkan pada punggung dan bagian depan bila bayi pada posisi miringa
atau pada sisinya bila bayi dapat mentoleransi posisi telungkup.
3.
Berikan informasi orangtua tentang isyarat perilaku
bayi dan respon terhadap stressor.
|
- pengenalan dalam respon perilaku
lazim dan sifat kepribadian bayi perlu untuk mengidentifikasi perubahan
yang tidak nyata yang mnandakan stes dan perlu intervensi untuk
menurunkan stress ini.
- Imaturitas neuromuskuler dapat
merusak kemampuan bayi untuk mencari posisi yang nyaman atau
menghilangkan stress dari perubahan posisi.
- Orangtua harus meningkatkan keterampilan dalam
pengenalan isyarat bayi yang tidak nyata yang menandakan stres se4hingga
mereka dapat secara efektif memberikan intervensi untuk meminimalkan
stres dan memudahkan adaptasi positif bayi terhadap kehidupan ekstrauterus.
|
DAFTAR PUSTAKA
Asrining, Siti Handayani, Heni Nur.
(2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. (1994). Asuhan Kesehatan Anak
Dalam Konteks Keluarga, Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Doenges, Marilyn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
Ilyas, Jumiarni. (1994). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta :
EGC
Nursalam. (2001). Proses dan
Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak FKUI. (2005). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3.
Jakarta : FKUI
Markum. (1991). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta :
Bagian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia